Donderdag 30 Mei 2013

Bandung dikenal sebagai kota Taman

55359896cf7805c9b8df88fef1470fe7 
BANDUNG DAHULU DIKENAL SEBAGAI KOTA TAMAN
Dr. Dibyo Hartono
Prinsip pengembangan urban seharusnya bertujuan untuk menjadikannya sebuah karya desain lingkungan yang dilandasi oleh estetika ilmiah. Selain melukiskan perkembangan lingkungan kehidupan sosial dan latar belakang sejarah budaya manusia masa lalu, desain lingkungan juga harus berorientasi pada pengembangan nilai-nilai yang berharga bagi generasi masa depan (Jon Lang, Urban Design, 1994: 106).

KOTA BANDUNG KINI KURANG MEMILIKI RUANG TERBUKA HIJAU
Bandung awal abad ke-20 dikenal sebagai Kota Taman atau ‘Tuinstad’, karena dahulu terdapat banyak taman yang telah memperindah kota. Empat buah taman yang sangat dikenal waktu itu diantaranya adalah Taman Ganesa yang diberi nama Ijzerman Park, Taman Maluku atau Moluken Park, dan Taman Lalu Lintas atau Insulinde Park. Sebuah lagi Taman Bunga yang berada disebelah selatan Kantor Wali Kota sekarang, dahulu dikenal dengan nama Pieters Sijthoff Park. Taman-taman tesebut masa lalu terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat, sehingga dapat bersantai dengan bebas menghirup udara bersih di dalamnya. Kini Kecuali Taman Ganesa, taman-taman tersebut terasa semakin pengap, karena fungsinya bukan lagi sebagai taman, akan tetapi lebih sebagai tempat parkir kendaraan bermotor. Taman-taman tersebut sekarang semakin terkesan tertutup, sehingga masyarakatt takut untuk masuk kedalamnya. Pengalaman bagi seorang dosen sebuah Perguruan Tinggi yang lalu, yang bekerja demi kepentingan ilmu pengetahuan dan pendidikan pernah menjadi heran, karena dilarang memotret taman dan gedung Balai Kota didalamya.
Begitu pula selain pertamanan, keindahan kota Bandung waktu berkembang terus dengan berbagai sarana pertokoan, perhotelan, pemandian, sehingga dikenal sebagai Kota Wisata (Touristad) yang indah dan nyaman. Kemajuan pembangunan pada waktu itu dapat menarik ribuan masyarakat Eropa untuk tinggal di kota Bandung, serta penduduk kota mendekati jumlah tiga ratus ribu orang. Kini jumlah penduduk telah meningkat menjadi tiga juta orang, atau sepuluh kali lipat waktu itu. Sehingga untuk memperoleh kenyamanan hidup penduduk maupun daya tarik pariwisata, semua pembangunan sarana tersebut volumenya juga sehaurnya seimbang. Bukan hanya demi PAD, pemerintah lebih mementingkan membangun FO, Mall, Super Mall, Hotel dan Apartemen Mewah dan lupa membangun Rusun dan Ruang Terbuka Hijau, Kota yang lebih “Membiarkan matinya Pasar Tradisional, dan tumbuh Kaki-Lima di seluruh sudut dan pelosok jalan, sehingga menjadikan “Bandung sebagai Kota Kaki-Lima” yang sangat menyedihkan.
Bagaimana wisatawan akan dapat menikmati keindahan lingkungan kota dengan nyaman, kalau kota tanpa sarana jalan kaki (pedestrian). Kalau adapun pada umumnya sangat sempit, rusak dan tidak layak untuk pejalan kaki. Yang agak lebar, penuh kaki-lima.
BANDUNG PERLU MENAMBAH RUANG TERBUKA HIJAU
Sebuah taman alamiah yang terletak di sebelah timur Kampus ITB, dimasa Hindia Belanda direncanakan untuk dikembangkan menjadi Kebun Raya Kecil.dengan bantuan ahli-ahli dari Kebun Raya Bogor. Kini ruang tersebut telah terdesak oleh pembangunan fisik, dan tinggal dengan apa yang dikenal sebagai Lebak Siliwangi, yang masih tersisa setengahnya dengan hutan terbuka. Bila bagian ruang terbuka timur telah dikembangkan oleh ITB menjadi pusat kegiatan budaya seperti pertemuen dan pameran, bagian tengah untuk olah raga yang sangat berharga dan berjasa, yang selalu penuh-sesak dengan kegiatan seluruh lapisan masyarakat. generasi tua dan muda yang bebas Berjalan Cepat, Tennis, Renang, Sepak Bola, Taichi, Hokey, dan lain sebagainya selalu penuh sesak .
Oleh karena itu dibagian barat dan utaranya harus tetap menjadi Ruang Terbuka yang selama ini telah tumbuh dengan tanaman lindung yang semakin hijau, sehingga telah menjadi salah satu paru-paru kota Bandung yang sangat penting. Sebuah hutan yang masih memiliki sumber-sumber air alamiah yang keberadaannya dinilai sangat positif, yang harus dapat digunakan untuk ‘kegiatan rekreatif dan edukasi non-formal generasi muda’. Dengan kekayaan serta keindahan lingkungan alamnya yang sangat unik, mungkin hanya satu-satunya yang lembah terbuka hijau seindah BAKSIL. Seharusnya pemerintah tinggal mengembangkan dan mengelola sebagai ‘Kebun Raya Kecil‘ yang dilengkapi dengan berbagai Tanaman Langka, Green House dan Museum Ikan Air Tawar dari ikan yang dapat ditemukan di Sungai Cikapundung. Sarana rekreasi dan pendidikan non formal untuk kepentingan generasi muda seperti ini, banyak ditemukan di negara-negara maju.
LEBAK SILIWANGI OBYEK EKOWISATA, BUKAN RESTORAN LAGI
Dengan beberapa contoh permasalahan tersebut, Lebak Siliwangi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang didalamnya telah tumbuh dan semakin banyak tanaman pelindung saat ini, tidak dibenarkan bila didalamnya dibangun bangunan yang tidak menunjang fungsi hutannya. Selain itu bila pengelolaan diberikan kepada pihak swasta, maka pembangunannya pasti akan lebih banyak memikirkan bagi kepentingan bisnisnya saja. Oleh karena itu sudah sepantasnya pengelolaannya oleh pemerintah sendiri. Pelestarian tanaman yang saat ini sudah tumbuh menghijau di ruang terbuka tersebut, adalah sudah sangat sesuai dengan kegiatan pemerintah dalam penanaman pohon, pelepasan burung, dan pembuatan sumur-sumur resapan di lahan-lahan terbuka kota (Haru, Ketua Komisi A. DPRD, Pikiran Rakyat. 17-9-2010).
Sumber; info bandung

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking